PERSIPURA NGOTOT BANDING KASUS FINAL COPA

koncomacan - Setelah secara resmi menerima SK Komisi Disiplin (Komdis) PSSI, Persipura bereaksi. Tim berjulukan Mutiara Hitam tersebut mengajukan banding atas sanksi yang dijatuhkan kepada mereka setelah insiden pemogokan di final Copa Dji Sam Soe 2009.
Mereka menugaskan asisten manajer Anton Mahuse untuk menyerahkan surat banding ke Komisi Banding (Komding) PSSI di Kantor Sekretariat PSSI, Senayan, Selasa (4/8).
"Kami telah menyerahkan memori banding ke Komding," ungkap Anton.
Vonis Komdis dinilai merugikan Persipura, terutama menyangkut pengembalian match fee Rp 500 juta selama mengikuti Copa dan hadiah runner-up Rp 750 juta yang hingga saat ini belum diterima Persipura.
"Kami sudah berjuang susah payah di Copa mulai dari babak 16 besar hingga final. Bagaimana bisa hasil jerih payah kami diminta kembali?" kata Anton.
Selain itu, Persipura juga berkeberatan dengan sanksi skorsing selama dua tahun berkiprah di sepak bola bagi Ketua Umum Persipura, M.R. Kambu. "Ini pembunuhan karakter namanya," ujar Kambu.
Kambu menyebut dirinya tak bisa disebut sebagai dalang aksi mogok. Kalaupun dia mengajak anggota tim ke ruang ganti, itu lebih berlandaskan pada faktor keamanan karena massa suporter dan pihak-pihak yang tak terlibat langsung di pertandingan sudah memenuhi lapangan.
Tak Penuhi Prosedur
Rentetan sanksi dari Komdis pun seharusnya tak layak mereka terima karena proses pengambilan keputusan walk out tidak memenuhi prosedur. Apalagi inspektur pertandingan sama sekali tidak pernah menanyakan kesediaan mereka mau atau tidak melanjutkan pertandingan.
Padahal, dalam Manual Copa disebutkan bahwa keputusan WO baru bisa diambil apabila IP telah berkomunikasi langsung ke kapten atau manajer tim.
Yang ada Ketua Umum PSSI, Nurdin Halid, dan Ketua BLI, Andi Darussalam, yang bukan perangkat pertandingan, yang justru mendatangi Persipura di ruang ganti. "Di sana kami disuruh menunggu oleh Ketua Umum PSSI, tahu-tahu kami dibilang WO," kata Anton.
Baik Nurdin, Andi, maupun Gubernur Sumatra Selatan, Alex Noerdin, yang turun ke lapangan, seharusnya ikut terkena sanksi karena mereka bukan aparat pertandingan.
Pihak panpel Sriwijaya sebagai penyelenggara pertandingan juga terkena hukuman karena tak memenuhi Pasal 73 Kode Disiplin PSSI soal tanggung jawab organisasi pelaksana pertandingan. Termasuk wasit Purwanto, yang terbukti lalai menyaksikan kejadian handball Joel Tsimi.
Namun, Bernard Limbong, Wakil Ketua Komite Wasit dan juga mantan anggota Komdis yang ikut menyidangkan kasus ini, berpandangan jajarannya sudah tepat menjatuhkan sanksi ke Persipura. "Mereka boleh berdalih wasit melakukan kesalahan, tetapi seharusnya mereka tetap mematuhi Laws of The Game. Protes bisa dilakukan setelah pertandingan, bukan justru WO. Hal ini yang coba ditegakkan Komdis," kata Limbong.
Mereka menugaskan asisten manajer Anton Mahuse untuk menyerahkan surat banding ke Komisi Banding (Komding) PSSI di Kantor Sekretariat PSSI, Senayan, Selasa (4/8).
"Kami telah menyerahkan memori banding ke Komding," ungkap Anton.
Vonis Komdis dinilai merugikan Persipura, terutama menyangkut pengembalian match fee Rp 500 juta selama mengikuti Copa dan hadiah runner-up Rp 750 juta yang hingga saat ini belum diterima Persipura.
"Kami sudah berjuang susah payah di Copa mulai dari babak 16 besar hingga final. Bagaimana bisa hasil jerih payah kami diminta kembali?" kata Anton.
Selain itu, Persipura juga berkeberatan dengan sanksi skorsing selama dua tahun berkiprah di sepak bola bagi Ketua Umum Persipura, M.R. Kambu. "Ini pembunuhan karakter namanya," ujar Kambu.
Kambu menyebut dirinya tak bisa disebut sebagai dalang aksi mogok. Kalaupun dia mengajak anggota tim ke ruang ganti, itu lebih berlandaskan pada faktor keamanan karena massa suporter dan pihak-pihak yang tak terlibat langsung di pertandingan sudah memenuhi lapangan.
Tak Penuhi Prosedur
Rentetan sanksi dari Komdis pun seharusnya tak layak mereka terima karena proses pengambilan keputusan walk out tidak memenuhi prosedur. Apalagi inspektur pertandingan sama sekali tidak pernah menanyakan kesediaan mereka mau atau tidak melanjutkan pertandingan.
Padahal, dalam Manual Copa disebutkan bahwa keputusan WO baru bisa diambil apabila IP telah berkomunikasi langsung ke kapten atau manajer tim.
Yang ada Ketua Umum PSSI, Nurdin Halid, dan Ketua BLI, Andi Darussalam, yang bukan perangkat pertandingan, yang justru mendatangi Persipura di ruang ganti. "Di sana kami disuruh menunggu oleh Ketua Umum PSSI, tahu-tahu kami dibilang WO," kata Anton.
Baik Nurdin, Andi, maupun Gubernur Sumatra Selatan, Alex Noerdin, yang turun ke lapangan, seharusnya ikut terkena sanksi karena mereka bukan aparat pertandingan.
Pihak panpel Sriwijaya sebagai penyelenggara pertandingan juga terkena hukuman karena tak memenuhi Pasal 73 Kode Disiplin PSSI soal tanggung jawab organisasi pelaksana pertandingan. Termasuk wasit Purwanto, yang terbukti lalai menyaksikan kejadian handball Joel Tsimi.
Namun, Bernard Limbong, Wakil Ketua Komite Wasit dan juga mantan anggota Komdis yang ikut menyidangkan kasus ini, berpandangan jajarannya sudah tepat menjatuhkan sanksi ke Persipura. "Mereka boleh berdalih wasit melakukan kesalahan, tetapi seharusnya mereka tetap mematuhi Laws of The Game. Protes bisa dilakukan setelah pertandingan, bukan justru WO. Hal ini yang coba ditegakkan Komdis," kata Limbong.
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda