LARANGAN PEMAIN MEMPERKUAT KLUB

koncomacan - Kontroversi kebijakan BTN dan BLI melarang para pemain timnas memperkuat klub sepanjang masa pelatnas terus bergulir. Baik klub maupun pemain menuntut agar kebijakan tersebut dianulir.
Suara penolakan terlontar dari Persik. Duet utama lini depan Tim Macan Putih, Saktiawan Sinaga dan Yongki Ariwibowo, masuk daftar timnas senior dan U-23. Mereka menuntut agar BLI memberikan dispensasi penjadwalan kepada klub yang dihuni pemain timnas.
"Ini merugikan. Kami tak memiliki stok pemain cadangan dengan kualitas sepadan," kata Baryadi, sekum Persik.
Wajar jika klub-klub ketar-ketir. Walau awalnya BTN menyebut pemain timnas PPA tak bisa dimainkan pada periode 25 September-18 November, jangka waktu kebijakan tersebut bisa diperpanjang hingga Januari 2010 mengacu pada peluang timnas di PPA. Dengan kata lain, pemain bisa absen hampir setengah musim!
Klub yang resmi mengontrak pemain jelas dirugikan dengan kebijakan tersebut. Uang ratusan juta yang dikeluarkan ke pemain menguap sia-sia.
Ambil contoh kasus Sriwijaya FC, yang telanjur mengontrak Ponaryo Astaman dengan benderol Rp 900 juta untuk jangka 12 bulan. Jika dia dipaksa memperkuat pelatnas PPA selama dua bulan, setidaknya dia kehilangan gaji dua bulan sebesar Rp 150 juta, angkanya berlipat menjadi Rp 300 juta jika tenggat waktu pelatnas PPA diperpanjang hingga awal tahun depan.
Negosiasi Ulang
CEO BLI, Joko Driyono, pun menginstruksikan para pemain yang sudah resmi digaet klub agar melakukan negosiasi ulang dengan klub. Aturan soal ini tertera dalam Peraturan Organisasi PSSI soal Kontrak Pemain Pasal 8 tentang Kewajiban Pihak Klub, di mana pada ayat 3 pasal tersebut disebutkan klub berhak melakukan restrukturisasi pembayaran jika pemain mereka dipanggil timnas lebih dari sebulan. "Saya sih gampang saja. Asal pemain setuju negosiasi ulang, ya kita tinjau ulang kesepakatan kontrak awal. Pertanyaannya, apakah BTN siap memberi kompensasi sepadan terhadap hilangnya ratusan juta penghasilan pemain karena program pelatnas jangka panjang?" ujar Eddy Syahputra, agen yang menaungi Ponaryo.
Yang menjadi persoalan, kompensasi dari BTN ke pemain tak sepadan angkanya. Rata-rata pemain timnas hanya dibanderol Rp 10-20 juta per bulan.
Kubu Persipura yang empat pilarnya, Boaz Solossa, Ian Kabes, Emanuel Wanggai, dan Ricardo Salampessy, dipanggil ke timnas, tak kalah kesal dengan kebijakan tangan besi BTN. Khususnya Boaz, yang tenaganya dipakai di dua timnas sekaligus. "Tanpa Boaz, kami jelas kelimpungan karena hingga saat ini kami hanya memiliki satu striker sepeninggal Ernest Jeremiah dan Alberto Goncalves, yang terkena skorsing," tutur Anton Mahuse, asisten manajer Persipura.
Besar kemungkinan klub-klub akan ramai-ramai menolak melepas pemainnya alias memboikot. Mereka tak khawatir dengan ancaman skorsing minimal enam bulan (Pasal 78 Kode Disiplin PSSI) kepada para pemain yang menolak memperkuat timnas karena regulasi terkini FIFA menyebutkan bahwa para pemain baru bisa dipanggil empat hari sebelum pertandingan internasional pada saat kompetisi berjalan. Meski begitu, upaya mencari jalan tengah tetap disorongkan.
“Sebenarnya masih banyak cara agar tak ada pihak yang dirugikan dengan program timnas di Pra-Piala Asia dan SEA Games. Misalnya bila satu klub minimal punya dua pemain timnas, maka jadwal pertandingan di ISL diundur hingga mereka kembali lagi di klub,” tutur Jaya Hartono, pelatih Persib Bandung.
SKUAD TIMNAS
Kiper: Dian Agus (Pelita Jaya), Markus Harison (?), Ferry Rotinsulu (Sriwijaya)
Belakang: Charis Yulianto, Isnan Ali, M. Nasuha (Sriwijaya), Ricardo Salampessy (Persipura), Maman Abdulrahman, Nova Ariyanto (Persib), Djaysuman Rahmat Latif (PSM), M. Ridwan (Pelita Jaya), Ismed Sofyan (?)
Tengah: Firman Utina (Pelita Jaya), Ponaryo Astaman, Arif Suyono (Sriwijaya), M. Ilham (Bontang FC), Ian Kabes (Persipura), Syamsul Chaeruddin (PSM), Hariono, Eka Ramdani (Persib)
Depan: T.A. Musafri (?), Saktiawan Sinaga (Persik), Boaz Solossa (Persipura), Bambang Pamungkas (?)
Sriwijaya FC Merasa Dikebiri
Sikap keras terlontar dari manajer Sriwijaya FC, Hendry Zaenuddin. Dia mempersoalkan rencana BTN yang merampas enam pemainnya masuk dalam daftar timnas senior. Keenam pemain itu adalah Ferry Rotinsulu, Charis Yulianto, Isnan Ali, M. Nasuha, Ponaryo Astaman, dan Arif Suyono.
Wajar Hendry uring-uringan sebab jumlah tersebut sama saja dengan membuat timnya keropos. Para pemain yang masuk daftar timnas merupakan pilar klub berjuluk Laskar Wong Kito.
“Jujur saja, sebenarnya kami sangat bangga jika menjadi penyumbang pemain terbanyak untuk timnas. Tapi, jika harus kehilangan mereka selama dua bulan di awal musim kompetisi, itu sama saja mengebiri prestasi kami!” kata Hendry.
Bahkan dia menilai keputusan itu sangat egois, di mana BTN tidak mau melihat sebagai keputusan bersama. Dana yang dikeluarkan Sriwijaya untuk mengontrak pemain Tim Merah-Putih cukup besar, rata-rata Rp 1 miliar untuk jangka 12 bulan.
"Kami mungkin akan meninjau ulang nominal kontrak pemain timnas, tetapi situasi ini juga menjadi sesuatu yang tak mengenakkan bagi mereka," ujar Hendry.
Menurut anggota dewan asal Kabupaten Banyuasin, Sumsel itu, seharusnya program pelatnas dibuat efektif dan tidak harus dalam waktu yang panjang sehingga antara timnas, klub, dan pemain tidak ada yang dirugikan.
Arsitek Sriwijaya, Rahmad Darmawan, menyorongkan solusi agar pelatih timnas, Benny Dollo, melakukan komunikasi dengan pelatih klub untuk memaparkan program kerjanya.
"Landasan itu akan kami pakai untuk melatih pemain timnas di klub sehingga saat mereka dipanggil timnas menjelang event internasional kondisinya optimal. Metode ini lebih ideal dibanding harus mengorbankan mutu kompetisi dengan memanggil pemain-pemain terbaik mengikuti pelatnas jangka panjang," kata Rahmad.
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda