DURASI KONTRAK SERING MERUGIKAN

koncomacan - KONTRAK pemain dalam durasi pendek memang terkesan menguntungkan tim. Karena itu, tak jarang tim-tim di kancah Liga Indonesia yang masih senang menetapkan durasi satu atau dua tahun pada kontrak pemainnya.
Padahal, sebenarnya tim lebih dirugikan dengan durasi kontrak cekak tersebut. Asumsinya, klub tidak pernah memperoleh keuntungan, meski telah menjadi kawah candradimuka atau tempat penempaan seorang pesepak bola.
Durasi kontrak yang pendek membuat pemain dengan mudah hengkang dengan status free transfer. Itu sering terjadi pada jeda kompetisi seperti saat ini. Di sinilah klub bisa diartikan sebagai pihak yang dirugikan. Si pemain dengan bebas menentukan klub baru tanpa meninggalkan balas jasa terhadap tim lamanya.
Padahal, dalam tahapan pembentukan seorang pemain menjadi pesepak bola berkualitas, suatu klub pasti berkorban banyak. Klub memberikan fasilitas, kesempatan, dan tempaan pada seorang pemain.
Karena itulah, Haruna Soemitro, anggota Komite Eksekutif PSSI, mengusulkan pengeluaran regulasi kontrak pemain minimal empat tahun kepada BLI. Menurut dia, hal tersebut setidaknya bisa melindungi klub dari kerugian dalam hal pembinaan pemain.
Bahkan, aturan itu bisa membantu klub untuk berevolusi pada sebuah tatanan profesional. Sebab, dengan kontrak yang relatif panjang, klub bisa menjadikan pemain sebagai salah satu komoditi mereka demi mengais keuntungan materi. ''Hal ini sudah jamak terjadi di Eropa. Tak jarang klub menjual satu atau dua pemain bintangnya, jika sedang krisis finansial,'' terang pria yang juga ketua Pengda PSSI Jatim tersebut.
Artinya, pendapatan yang diperoleh dari menjual pemain bisa membantu finansial tim. Nah, itulah yang tidak terjadi di Indonesia. Dia memisalkan Varney Pas Boakay yang melejit bersama Persibo Bojonegoro di musim kompetisi 2008/2009.
Tidak dipungkiri bahwa saat ini Varney adalah pemain asing berkualitas yang layak diperebutkan banyak tim. Tapi, Persibo juga tidak bisa disingkirkan sebagai tim yang mengantarkan Varney melejit. ''Persibo juga telah sering berkorban, sehingga Varney menjadi penyerang yang disegani,'' tutur Haruna.
Dengan demikian, seharusnya Persibo turut menuai keuntungan dari upaya menempa Varney. Nyatanya, Persibo hanya bisa gigit jari ketika Varney memutuskan hengkang ke klub lain. ''Karena itu, BLI harus mengeluarkan aturan minimal kontrak empat tahun pada musim kompetisi mendatang,'' terangnya.
Selain melindungi klub dari kerugian pembinaan, Haruna menyebutkan bahwa regulasi tersebut membantu terbetuknya loyalitas pemain terhadap klub. ''Jadi, pemain tidak sampai seperti pelacur karena sering berpindah klub setiap tahun,'' jelasnya. ''Sebaliknya, itu membuat pemain tersebut menjadi ikon klub,'' ujarnya.
Dalam sepak bola profesional, suatu klub berpeluang meraup keuntungan finansial yang luar biasa besar. Namun, sejauh ini, banyak klub di Indonesia yang terkesan takut dengan predikat profesional itu.
Rata-rata, mereka masih menggantungkan hidup pada pemerintah daerah setempat. Sebab, sejauh ini tidak ada satu pun tim yang mampu memaksimalkan berbagai potensi untuk digali sebagai sumber penghasilan. Di antaranya, transfer pemain, penjualan tiket, merchandise, serta sponsorship. (red/agus ef)