TAKDIR LAMA YANG TIGA KALI TERTUNDA

Produk Instan yang Gagal Mengakar di Delta Sungai Brantas
koncomacan - Delta Putra Sidoarjo (Deltras) terdegradasi? Ah, itu hanyalah takdir lama yang beberapa kali tertunda. Penggemar dan pengamat bola tentu masih ingat bahwa klub berjuluk The Lobster tersebut adalah pemegang rekor sekaligus hat-trick terdegrasi namun terselamatkan oleh hal-hal nonteknis.
Sekitar awal 2000-an, ketika Divisi Utama masih menjadi kasta tertinggi kompetisi sepak bola di Indonesia, Deltras tiga kali berturut-turut tercecer di papan bawah klasemen akhir kompetisi. Seharusnya, klub dengan warna kebanggaan merah itu harus tergusur dan melorot ke Divisi I.
Namun, berkat inkonsistensi program PSSI (yang ini sudah menjadi ''trade mark'' bagi institusi sepak bola itu), Deltras selamat dan tetap bertahan di Divisi Utama. Salah satu yang menyelamatkan Deltras adalah perubahan format kompetisi dari satu wilayah menjadi dua wilayah.
Setelah memegang rekor tidak membanggakan itu, Deltras bangkit dengan masuk babak delapan besar. Namun, perlu diingat, pencapaian tersebut diraih dengan biaya besar. Mereka mengontrak salah seorang pelatih terbaik di negeri ini, yaitu Jaya Hartono. Jaya sebelumnya sukses mencatat rekor (yang ini membanggakan) bersama Persik Kediri. Berangkat dari Divisi II, naik Divisi I, bermain di Divisi Utama, dan juara.
Saat menukangi Deltras, Jaya didukung pemain-pemain andal. Sebut saja, Hilton Moreira, Claudio Pronetto, dan beberapa pemain lokal kenamaan. Ketika Deltras tidak lagi mendapat pasokan dana yang besar untuk membangun tim hebat, Jaya dan pemain-pemain top tersebut hengkang dan berlabuh di Persib Bandung.
Pelatih asal Medan itu terbukti bertangan dingin. Di tahun pertamanya bersama Persib, dia berhasil membawa Maung Bandung -julukan Persib- bertengger di papan atas Djarum Indonesia Super League (DISL).
Intinya, raihan terbaik Deltras adalah produk instan. Yakni, bukan sebuah proses jangka panjang yang menjamin kontinuitas dan sustainability. Ketika cukup dana untuk membangun tim yang kuat, berprestasilah ia. Ketika tidak memiliki cukup dana, ambruklah tim tersebut.
Itu tidak lepas dari sejarah Deltras di Sidoarjo yang juga merupakan produk instan. Deltras adalah penjelmaan klub Gelora Dewata (Gede) yang sebelumnya bermarkas di Denpasar, Bali. Ketika pemilik Gede, Mislan, merasakan ketidakcocokkan dengan kondisi di Denpasar, dia membawa Gede keluar.
Kebetulan, Sidoarjo tengah berangan-angan menciptakan image di bidang persepakbolaan nasional dengan memiliki klub yang berlaga di Divisi Utama. Diterimalah Deltras dengan tangan terbuka.
Dampak buruknya, klub asli Sidoarjo, Persida, yang sudah lama terabaikan, makin dipandang sebelah mata. Sepertinya, Persida dibiarkan terkubur dalam-dalam di tengah ingar-bingar sepak bola nasional. Tidak ada kepedulian ketika PSSI memutuskan untuk memelorotkan kasta Persida ke Divisi III. Sebab, tidak pernah ada kompetisi internal di klub tersebut.
Ketika Gede datang ke Sidoarjo, tebersit harapan menjadi pemicu kebangkitan persepakbolaan di Sidoarjo yang ''hidup segan mati tak mau'' itu. Apalagi, ada kebijakan untuk melebur Gede dengan Persida. Yang tergambar saat itu, kompetisi internal Persida akan berjalan semarak karena klub-klub dan pemain memiliki semangat baru. Semangat baru itu adalah adanya muara dana proses panjang pembinaan dengan tergabung ke Deltras.(red/agus ef)
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda