PAJAK PENGHASILAN KLUB

Pajak Penghasilan Bisa Menjadi Sandungan
koncomacan - Klub Djarum Indonesia Super League kembali mendapat pelajaran baru. Setelah sejumlah klub sempat didera masalah keuangan, kini masalah baru seperti pajak penghasilan muncul. Tudingan berasal dari Kantor Wilayah Pajak Semarang menyangkut tunggakan pajak sebesar Rp 2,1 miliar dari pajak penghasilan pemain dan pajak pemain asing PSIS pada 2007. Kontan klub asal Semarang itu kini mendapat sorotan tajam DPRD setempat.
Namun, tudingan tersebut ditolak Yoyok Sukawi, manajer Umum PSIS. Menurut Yoyok, tunggakan itu bukan pajak penghasilan PSIS, melainkan pajak pribadi pemain, baik asing atau lokal, dan ofisial PSIS. Sementara itu pajak pendapatan PSIS dari restribusi tiket, bahkan uang levy (bayaran kepada perangkat pertandingan) ke PSSI sudah dibayarkan sebelumnya ke instansi terkait. Manajemen Mahesa Jenar tengah menyelesaikan masalah itu. Kabarnya mereka hendak mencicil tunggakan itu, paling tidak untuk bisa diselesaikan lima tahun ke depan. BLI mengaku belum mendengar secara detail tentang tunggakan tersebut. “Namun, saya melihat sebagian besar itu pajak penghasilan pemain. Jadi sebenarnya itu tunggakan pribadi, bukan tunggakan klub,” jelas Joko Driyono, Direktur Kompetisi BLI.
Tak Mencampuri
Menyangkut masalah pajak, BLI memang tak mencampuri urusan atau wewenang klub, baik dalam cara pembayaran maupun waktu pembayarannya. “Ada klub yang memang membayarkan langsung pajak penghasilan pemain, tetapi ada pula yang tidak dan pemain harus membayar sendiri,” sebut Joko tentang kebijakan yang tak dicampuri BLI itu. Namun, jika ada bantuan sponsor seperti pada 2007, BLI langsung memotong sebagai pajak penghasilan klub. “Tahun ini tak ada dana bantuan sponsor sehingga kami tak mengurusi pajaknya lagi,” ujar Joko. Kini salah satu klub yang memakai kebijakan untuk memotong langsung pajak para pemain, seperti Persik, cenderung tak dituding melakukan pelanggaran.
”Anak-anak tak pernah telat bayar PPh karena kami yang langsung memotong gaji mereka dan menyetor ke kantor pajak. Cara ini kami tempuh karena pemain tak punya waktu untuk membayarnya,” ungkap Ahmad Rudi Hermanto, asisten manajer Persik. Aturan pembayaran PPh personal yang dimulai musim ini, menurut manajer Persik, Iwan Budianto, relatif meringankan beban klub. ”Beberapa musim lalu, klub yang bertanggung jawab membayar pajak pemain. Seharusnya kalau pajak pribadi harus yang bersangkutan sendiri yang membayarnya,” kata Iwan. Persoalan semacam PSIS ini tentu diharapkan tidak muncul lagi di masa datang. Mungkin kesadaran pemain untuk memiliki NPWP (nomor pokok wajib pajak) perlu kembali digiatkan di kalangan pesepakbola Indonesia.
Pemecatan Pelatih Mengganas Lagi!
Baru dua minggu berjalan, tensi kompetisi Djarum ISL langsung terasa panas bagi sejumlah pelatih. Sejumlah kekalahan atau hasil tak maksimal di kandang membuat sedikitnya tiga pelatih terlempar dari posisi, minggu lalu. Raja Isa, pelatih asal Malaysia yang menukangi PSM, minggu lalu harus angkat koper dari Makassar. Pelatih yang masuk di pertengahan putaran I menggantikan Radoy Minkovski tersebut harus terjepit di antara minimnya dana klub dan tuntutan tinggi manajemen atas prestasi. Uniknya, setelah memecat Raja, PSM malah bisa menang 1-0 atas Persita, Sabtu lalu.
Raja sudah sekitar enam bulan menangani tim ini. Tapi, sebagian sisa kontrak dan gajinya belum dibayarkan manajemen PSM. Kabarnya ia akan menangani Deltras. Namun, kepastian itu masih tanda tanya. Sementara itu, Deltras kini hampir dipastikan memecat Muhammad Zein Alhadad setelah gagal dalam dua pertandingan di putaran II. Terutama saat kalah 0-1 dari Persijap, Sabtu lalu di Stadion Delta Sidoarjo. “Saya memang sudah diberi dua opsi, dipecat atau mundur. Saya pikir terserah manajemen,” ujar Alhadad. Menurutnya, kondisi Deltras di dua partai terakhir tak lepas dari buruknya manajemen Deltras.
“Gaji pemain terlambat sehingga Danilo Fernando tak mau main melawan Persijap. Tapi, bukan itu saja, jatah sepatu pemain juga tak diberikan. Cap Deltras sebagai tim dengan dana besar sebenarnya salah kalau melihat jeroannya,” tutur Alhadad, yang tak mau dipersalahkan begitu saja atas kegagalan Deltras. Manajer Deltras, Awan Juliarto, mengaku sangat kecewa dengan hasil ini. “Kami akan melakukan evaluasi menyeluruh. Soal pelatih, kami akan menampung aspirasi suporter yang meminta Alhadad diganti. Kami akan bahas semua itu dalam rapat manajemen secepatnya,” tutur Awan. Namun, sangat naif jika hanya menyalahkan Alhadad. Keputusan manajemen merekrut Hillary Echesa ibarat membeli kucing dalam karung.
Terbukti, dari dua laga putaran II, pemain asal Kenya yang sebelumnya bermain di tim Polis Diraja Malaysia (PDRM) itu tak mem-berikan kontribusi sama sekali. Tendang Luciano Keputusan radikal juga dilakukan manajemen PSMS, yang menendang Luciano Leandro dari kursi penasihat teknis. Kegagalan dalam dua partai kandang, seri dengan PSIS, 2-2, dan kalah 0-1 dari Pelita Jaya membuat Sihar Sitorus gerah. “Saya memang belum mendapat kabar apa pun. Baru Selasa nanti ada kejelasan,” ujar Luci, yang saat dihubungi berada di Jakarta, padahal saat itu PSMS tengah bertarung dengan Persik di Bandung, Minggu sore.
Bersama PSM dan Deltras, Ayam Kinantan adalah tim yang paling sering berganti pelatih musim ini. Liestiadi kini “resmi” menangani PSMS dan mendapat tugas berat untuk lolos dari degradasi. “Aku optimistis, prestasi PSMS akan bisa lebih baik,” jelas lelaki yang di kalangan warga Cina di Medan biasa disapa dengan sebutan Ahwat itu. Kini kita tunggu saja langkah dan prestasi klub-klub yang paling sering mengganti pelatih tersebut. (koncomacan)
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda